Terpesona Dengan Kecantikan Ibu YumikoTerpesona Dengan Kecantikan Ibu Yumiko

CRTDALAM Saya datang di Jepang awal kali pada dini Februari. Dikala itu kota kecil tempat saya belajar tengah tertutup oleh timbunan salju.

Sewaktu mencari apartemen yang setelah itu kutinggali, saya cuma ketahui kalau bunda owner apartemennya masih muda serta sangat menawan. Waktu itu ia mengantarku menengok kondisi apartemen.

Setelah menandatangani kontrak sewa, saya tidak sempat bertemu lagi dengannya sampai akhir Maret. Meski ia tinggal di rumah besar yang cuma terletak di samping kanan apartemen yang kusewa, tetapi kesibukanku di kampus membuatku senantiasa kembali malam.

Pula Kerutinan orang yang hidup di negeri 4 masa, pada masa dingan rumah besar itu senantiasa menutup pintu serta jendelanya rapat- rapat.

Pembayaran duit sewa apartemen kulakukan dengan transfer duit melalui bank ke rekening ia. Dari situlah saya jadi hafal namanya: Yumiko Kawamura.

Yumiko nyatanya sangat mengundang hasrat lelaki. Saya baru menyadarinya pada akhir bulan April. Waktu itu hari Jumat, bertepatan pada 30 April. Saya kurang ingat berangkat ke bank buat membayar sewa apartemen.

Sedangkan jika menunggu hari Senin, hari telah menampilkan bertepatan pada 3 Mei. Sementara itu cocok perjanjian, duit sewa bulan selanjutnya wajib telah dibayarkan paling lambat pada hari terakhir bulan lebih dahulu.

Ia sendiri yang membukakan pintu rumahnya dikala itu. Saya mengemukakan alasanku, kenapa hingga saya menyalahi kontrak perjanjian, ialah tidak membayar melalui bank.

Nyatanya ia mengatakan, perihal tersebut tidak jadi permasalahan. Melalui bank ataupun langsung diantarkan, menurutnya tidak terdapat pengaruhnya.

Cuma orang Jepang umumnya tidak ingin repot- repot ataupun belum pasti memiliki waktu sehingga mereka membayar duit sewa lewat transfer otomatis antarrekening bank.

Waktu Yumiko menemuiku tersebut, saya terpesona dengan kecantikan serta kemolekan wujud badannya. Besar badannya dekat 167 centimeter. Rambutnya tergerai sebahu.

Mukanya putih lembut dengan wujud mata, alis, hidung, serta bibir yang indah. Dari celada jean ketat serta sweater yang ia kenakan, saya bisa memandang jelas bentuk badan badannya.

Pinggangnya berlingkar dekat 58 centimeter. Pinggulnya melebar indah, dimensi lingkarnya tidak kurang dari 98 centimeter. Payudaranya amat montok serta membusung indah, lingkarnya dekat 96 centimeter.

Jika dibawa ke dimensi BH Indonesia tentu ia mengenakan BH dengan dimensi 38. Sesuatu dimensi buah dada yang lezat diciumi, disedot- sedot, serta diremas- remas.

Memandang ia sewaktu membelakangiku, saya terbayang betapa nikmatnya apabila badan kenyal indah tersebut digeluti dari arah balik. Butuh dikenal, saya masih single. Meski saya gemar menyaksikan video porno serta melaksanakan masturbasi, tetapi saya belum sempat melaksanakan ikatan sex dengan pacar- pacarku.

Semenjak mengenali kalau sewa apartemen bisa dibayarkan secara langsung, saya memutuskan buat tidak membayar melalui transfer bank lagi. Sebabnya, saya bisa mengirit ongkos transfer. Di samping itu saya bisa memandang wajah menawan serta badan aduhai Yumiko.

Bulan Mei, hawa di kotaku telah tidak sangat dingin lagi. Telah berganti jadi sejuk. Yumiko Kawamura pada hari Sabtu ataupun Pekan kerap nampak bekerja di taman.

Kadangkala ia memotong rumput, memangkas pepohonan kecil, ataupun merapihkan pot- pot tanamannya. Saya sangat suka memandang badannya apabila ia membelakangi jendela apartemenku.

Lambat- laun saya ketahui sedikit tentang keluarga ia. Usia Yumiko merupakan 30 tahun. Anaknya 2, wanita seluruh. Yang awal berusia 7 tahun, yang kedua 5 tahun. Suaminya bekerja di kota lain, pulangnya pada akhir minggu. Sabtu dini hari ia datang di rumah, serta berangkat lagi hari Pekan tengah malam.

Di hari penutup bulan Mei, hari Senin, saya bernazar membayar sewa apartemen di petang hari. Sebab itu saya kembali dari kampus lebih dini dari umumnya. Dikala itu datang di apartemen baru jam 17: 00.

Setelah menaruh tas punggung, saya berangkat ke rumah Yumiko Kawamura. Kuketuk pintu, tetapi tidak terdapat jawaban dari dalam.

Kupencet bel yang terpasang di kusen pintu. Kutunggu dekat satu menit, tetapi tidak terdapat suara apapun dari dalam rumah. Rasanya lagi tidak terdapat orang di rumah.

Bisa jadi Yumiko serta anak- anaknya lagi ke supermarket. Kesimpulannya saya kembali ke apartemen serta mandi. Sehabis mandi saya menyaksikan Televisi, hingga kesimpulannya saya tertidur di depan Televisi.

Saya terbangun jam separuh 8 malam. Kutengok rumah Yumiko dari jendela apartemen. Lampu- lampu rumahnya telah menyala. Berarti mereka telah tiba. Akupun bawa amplop berisi duit sewa apartemen. Kupencet tombol bel pintunya, seraya mengucap,“ Gomen kudasai.”

Sejenak sepi, tetapi setelah itu terdengar sahutan,“ Hai. Chotto matte kudasai.”

Terdengar suara langkah di dalam rumah mengarah pintu. Setelah itu pintu terbuka. Saya terpana. Di hadapanku berdiri Yumiko dengan cuma menggunakan pakaian kimono yang dibuat dari bahan handuk selama cuma 15 centimeter di atas lutut. Paha serta betis yang tidak ditutupi kimono itu nampak amat lembut. Padat serta putih.

Kulitnya nampak licin, dihiasi oleh rambut- rambut halus yang pendek. Pinggulnya yang besar melebar dengan aduhainya. Pinggangnya nampak ramping.

Sedangkan kimono yang menutupi dada atasnya belum pernah ia ikat secara sempurna, menimbulkan belahan dada yang montok itu menyembul di belahan pakaian.

Buah dada yang membusung itu dibalut oleh kulit yang putih lembut. Lehernya jenjang. Sebagian helai rambut terjuntai di leher putih tersebut. Sedangkan bau harum sabun mandi terpancar dari badannya.

Rasanya ia lagi mandi, ataupun baru saja berakhir mandi. Tanpa terencana, selaku pria wajar, kontholku berdiri memandang kesegaran badannya.

“ A… Bobby- san. Watashi nomor imoto to omotteta…” sapanya membuyarkan keterpanaanku. Rasanya saya tadi dikiranya adik perempuannya. Pantas… ia berpakaian seadanya.

Buat berikutnya, percakapanku dengannya kutulis di mari langsung dalam bahasa Indonesia saja supaya seluruh pembaca mengetahuinya, meski obrolan yang sesungguhnya terjalin dalam bahasa Jepang.

“ Kawamura- san, maaf… aku ingin membayar sewa apartemen,” kataku.

“ Hai, dozo… Silakan duduk di dalam, serta tunggu sebentar,” sahutnya.

Saya berjalan mengikutinya mengarah ruang tamu. Kuperhatikan gerak badannya dari balik. Pinggul yang besar itu meliuk ke kiri- kanan mengimbangi langkah- langkah kakinya.

Edan! Mau rasanya kudekap badan itu dari balik erat- erat. Mau kutempelkan kontholku di liatnya gundukan pantatnya. Serta mau rasanya kuremas- remas buah dada montoknya habis- habisan.

Saya duduk di bantal duduk yang disediakan mengelilingi meja tamu. Sedangkan ia naik tangga mengarah lantai 2. Langkah- langkah betis indah di kanak- kanak tangga itu tidak sempat lepas dari tatapan liar mataku.

4 menit setelah itu ia turun dari lantai 2. Pakaian yang dikenakan telah ubah. Saat ini ia menggunakan pakaian kimono tidur putih yang berbahan licin.

“ Mau minum apa? Kopi, teh, ataupun bir?” tanya Yumiko.

“ Teh saja,” jawabku. Sepanjang ini saya memanglah belum sempat minum bir. Bukan saya antialkohol ataupun menyangka kalau bir itu haram, tetapi cuma alibi khawatir ketagihan minuman alkohol saja.

Yumiko setelah itu bawa baki berisi poci teh hijau serta suatu cawan untukku. Buat ia sendiri, diambilnya satu cawan besar serta 3 botol bir dari kulkas. Setelah itu saya juga menikmati teh khas Jepang tersebut, sedangkan ia menikmati bir.

“ Kok hening? Kanak- kanak apa telah tidur?” tanyaku.

“ Mereka lagi main ke rumah adik wanita aku. Tadi perginya bersama- sama aku. Kemudian aku kembali duluan sebab wajib ke supermarket dahulu buat membeli sayur serta buah. Bisa jadi sebentar lagi mereka hendak datang, diantar oleh adik wanita.”

“ Oh… pantas, tadi aku ke mari tidak terdapat orang. Hening.”

“ Bobby- san berasal dari mana? Tai? Malaysia? Filipina?”

“ Aku dari Indonesia.”

“ Indonesia…” Yumiko nampak berpikir,“ dengan Pulau Bali?”

“ A… itu. Bali merupakan salah satu pulau dari Indonesia.”

“ O ya? Sangat pulau yang indah. Aku belum sempat ke situ, tetapi mau bisa mendatangi Bali. Aku memiliki brosurnya.”

Yumiko beranjak dari duduknya serta mengambil sesuatu novel tipis tentang pulau Bali dari rak novel. Pada posisi membelakangiku, saya memandang liar ke badannya.

Mataku berupaya menelanjangi badannya dari kain kimono mengkilat yang ia kenakan. Pinggangnya ramping. Pinggulnya besar serta indah. Setelah itu betis serta pahanya yang putih mulis nampak licin mengkilap di dasar sorot lampu TL.

Yumiko setelah itu membuka brosur tentang pulau Bali tersebut di atas meja tamu. Ia bingung tentang foto yang terdapat dalam brosur tersebut sembari kadang- kadang meneguk bir.

Saat ini dari mulutnya yang indah tercium wanginya bau bir tiap kali ia menghasilkan suara. Kupikir sangat kokoh ia meminum bir.

3 gelas besar telah nyaris habis diteguknya. Atensi ia ke potret- potret di brosur serta bir saja. Ngomongnya kadangkala agak kacau, bisa jadi sebab pengaruh alkohol.

Tetapi bagiku merupakan peluang menatapnya dari dekat tanpa rasa risih. Ia tidak menyadari kalau belahan kain kimono di dadanya mempertontonkan keelokan gumpalan buah dada yang montok serta putih di kala ia agak merunduk.

Kring… kring… Seketika telpon berdering.

Yumiko bangkit serta berjalan mengarah pesawat telpon. Pengaruh mayoritas minum bir mulai nampak pada dirinya. Jalannya agak sempoyongan.

“ Sialan…” makiku dalam hati sebab dering telpon tersebut memutus keasyikanku memandang kemontokan payudaranya.

Yumiko ikut serta pembicaraan sebentar di pesawat telpon. Setelah itu kembali lagi ke bantal duduknya semula dengan jalur yang sempoyongan.

“ Kanak- kanak tidak ingin kembali,” Yumiko menarangkan isi pembicaraan telponnya.“ Malam ini mereka bermalam di rumah adik wanita aku. Esok mereka diantarnya langsung ke sekolah mereka.”

Yumiko menuangkan bir ke gelasnya lagi. Telah gelas yang keempat. Edan pula wanita Jepang ini. Jalannya telah sempoyongan tetapi masih terus menaikkan bir.

“ Bobby- san telah menikah?” tanyanya.

“ Belum,” jawabku.

“ Telah terdapat pacar?”

“ Telah. Dikala ini masih kuliah di Indonesia.”

“ Syukurlah. Nikmati masa pacaran. Masa pacaran merupakan masa yang indah. Gimana game cinta si pacar?”

Kunilai perkata Yumiko terus menjadi mengacau. Terus menjadi terletak di alam antara sadar serta tidak sadar.

“ Game cinta?”

“ Iya… game sex.”

“ Aku belum sempat melaksanakan ikatan sex, tercantum dengan pacar aku. Mayoritas wanita di negeri aku masih melindungi kegadisan hingga dengan menikah.”

Yumiko tertawa lirih mendengar kata- kataku. Suara tawanya amat menantang kejantananku.“ Di Jepang gadis- gadis telah melaksanakan ikatan sex dengan pacar mereka pada umur 17 ataupun 18 tahun.

Jika belum melaksanakan perihal tersebut, mereka belum merasa jadi orang berusia. Mereka hendak diejek kawan- kawannya masih selaku anak ingusan.

“ O… begitu. Baru ketahui saya…”

“ Jika begitu Bobby- san masih perjaka?”

“ Aku tidak ketahui masih diucap perjaka ataupun tidak. Aku belum sempat melaksanakan ikatan sex. Tetapi semenjak umur 15 tahun aku suka melaksanakan masturbasi buat menanggulangi kebutuhan sex aku.”

Yumiko tertawa lagi. Tawa yang membangkitkan hasrat. Sialan. Saya diejek selaku anak ingusan oleh owner bibir ranum sensual itu. Inginn rasanya kubuktikan kedewasaan serta kejantananku.

Mau rasanya kulumat habis- habisan bibir merekah itu. Inginnn rasanya kusedot- sedot buah dada aduhai itu dengan penuh kegemasan.

“ Mengapa tidak cari pacar yang bisa diajak berhubungan sex sekarang- sekarang ini? Bobby- san ganteng, tubuh tinggi- tegap serta berpenampilan jantan.

Jika di mari cari pacar, tentu banyak wanita Jepang yang ingin. Sayang jika tenaga pada umur muda tidak dinikmati.” Omongan Yumiko terus menjadi ngelantur. Tentu sebab mayoritas minum bir.

Nah, benar terkaanku. Ia mulai tidak sadar. Bicaranya tambah mengacau. Kerutinan orang Jepang, jika mulaihilang kesadarannya sebab mayoritas minum bir, apa yang ia pendam dalam hati hendak ia keluarkan satu per satu.

Yumiko menenggak bir lagi. Habislah gelas yang keempat. Serta ia mengisinya kembali hingga penuh. Sementara itu matanya telah merah serta nampak mengantuk. Tetapi dalam keadaan demikian kulihat keayuan aslinya.

Mata mungil yang separuh tertutup kelopak mata itu nampak sangat bagus. Terus cerah saya menggemari wanita bermata sipit, contohnya wanita Jepang, Tiongkok, ataupun Korea.

Bibir Yumiko yang sensual serta bercorak merah muda tanpa polesan lipstik itu menghasilkan keluhan- keluhan tentang keloyoan suaminya dalam permasalahan sex.

Tetapi biarlah ia mengoceh, bagiku yang terutama merupakan memandang bibir merekah itu tanpa rasa risih sebab percaya sang empunya dalam kondisi tidak tersadar.

“ A… Bobby- san. Gomen… hingga kurang ingat ke permasalahan utama. Sebentar, aku ambilkan kuitansi buat pembayaran apartemen…”

Yumiko Kawamura menenggak bir lagi.

“ Kawamura- san. Daijobu desu ka?” saya mengkhawatirkan kesadarannya sebab ia telah mayoritas minum bir.

“ Daijobu desu. Aku telah terbiasa minum bir banyak- banyak. Terus menjadi banyak minum bir dunia terasa terus menjadi indah.”

Yumiko beranjak dari duduknya. Ia berupaya berdiri, tetapi sempoyongan terjatuh. Saya bersiap- siap menolongnya, tetapi ia mengatakan,“ Mo ii desho. Daijobu…”

Yumiko berupaya berjalan mengarah rak novel. Tetapi baru menapak 2 langkah… Gedebrug! Ia terjatuh semacam yang kukhawatirkan.

Untung tangannya masih pernah sedikit melindungi tubuhnya sehingga ia tidak terbanting di lantai kayu. Meski lantai kayu tersebut ditutup karpet, tetapi hendak lumayan sakit pula apabila tubuh hingga jatuh terbanting di atasnya.

“ Ak… ittai…” ia berteriak kesakitan.

Saya lekas menolongnya. Punggung serta pinggulnya kuraih. Kubopong ia ke atas karpet bulu yang tebal. Kuletakkan kepalanya di atas bantal duduk. Dalam waktu semacam itu, tercium bau harum sabun mandi memancar dari badannya.

Kimono atasnya terbuka lebih lebar sehingga mataku yang terletak hanyasekitar 10 centimeter dari payudaranya memandang dengan bebas kemontokan gumpalan daging kenyal di dadanya.

“ Ittai…” sembari masih pada posisi berbaring tangannya berupaya mencapai betisnya yang terbentur rak tadi. Tetapi pengaruh banyaknya bir yang telah ia minum buatnya tidak sanggup meliukkan tubuhnya dalam mencapai betis. Kulihat sisa benturan tadi membuat sedikit memar di betis yang putih indah itu.

Saya juga berupaya membantunya. Kuraih betis tersebut seraya memohon permisi,“ Sumimasen…” Kuraba serta kuurut bagian betis yang memar tersebut.

“ Ak… ittai…” Yumiko meringis kesakitan. Tetapi setelah itu ia bilang,“ So- so- so- so- so… Betul bagian sana yang sakit. Ah… enak… Ah… ah… terus… terus…”

Lambat- laun suaranya lenyap. Sembari terus memijit betis Yumiko, kupandang mukanya. Matanya saat ini terpejam. Nafasnya jadi tertib, dengan bau harum bir terpancar dari hawa pernafasannya.

Ia telah tertidur. Kantuk akibat mayoritas minum alkohol telah tidak sanggup ia tahan lagi. Saya terus menjadi melemahkan pijitanku, serta kesimpulannya kuhentikan sama sekali.

Saya juga bimbang. Apa yang wajib saya jalani? Kuambil duit sewa apartemen dari saku kemeja serta kuletakkan di atas meja tamu di samping cawan tehku. Terus gimana dengan kuitansi pembayarannya?

Kupandangi Yumiko yang tengah tertidur. Alangkah cantiknya wajah ia. Lehernya jenjang. Daging montok di dadanya bergerak naik- turun dengan tertib mengiringi napas tidurnya, seakan menantang kejantananku.

Serta dada tersebut tidak dilindungi bra sehingga putingnya menyembul dengan gagahnya dari balik kain kimononya. Ngocoks. com

Pinggangnya ramping, serta pinggulnya yang besar melebar dengan indahnya. Kain kimono yang mengkilap tersebut tidak sanggup menyembunyikan garis segitiga celana dalamnya yang kecil.

Sangat kontras, celana dalam sedikit membungkus pinggul yang maksimum. Celana dalam yang di antara 2 pahanya nampak membelah.

Terbayang dengan apa yang terdapat di balik celana dalamnya, kontholku jadi terus menjadi tegang. Terlebih paha yang putih mulusnya dipertontonkan dengan jelas oleh kimono bagian dasar yang tersingkap. Serta paha tersebut terhubung dengan betis yang indah.

Edan! Memandang lekuk- liku badan aduhai yang tertidur itu nafsuku naik. Terbangunkah ia apabila kutiduri? Beranikah saya? Sahabat Jepangku yang tertidur sebab mayoritas minum bir umumnya hendak pulas hingga dekat satu ataupun 2 jam.

Apakah Yumiko pula begitu? Akankah ia terbangun apabila badannya kugeluti tanpa memasukkan konthol ke liang memeknya?

By adminmg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *