CRTDALAM Ketegangan meliputi segala keluarga besar Papah dikala dia memutuskan buat menikah lagi. Mama serta ketiga orang kakakku menentang keputusan Papah. Perkaranya, wanita yang ingin dinikahi Papah, sebut saja namanya Tania, seusia dengan kakak perempuanku yang kuliah semester 2. Saya yang waktu itu baru lulus SMP belum begitu mengerti dengan urusan orang tua. Walaupun tinggal berjauhan, Papah senantiasa giat mendatangi kami semacam umumnya. Cuma saja dia tidak sempat mengajak istrinya sebab bisa jadi takut hendak memunculkan konflik. Begitu pula soal bayaran hidup, Papah tidak sempat terlambat mentransfer ke rekening Mama. Waktu lulus SMA, sebab tidak diterima di akademi besar negara, Papah menawariku buat kuliah di Jakarta sebab dia memiliki kenalan rektor di salah satu akademi besar swasta di situ. Semula saya ragu. Terlebih Mama serta ketiga kakakku tidak sepakat. Mereka mau saya berjauhan dengan Mama. Tetapi kala setelah itu terdapat berita jika Papah masuk rumah sakit, saya kesimpulannya menerima tawaran Papah. Saya serta kakak perempuanku, sebut saja namanya Mbak Dewi, berangkat ke Jakarta buat menengok Papah. Saya trenyuh dikala memandang Papah terbujur lemah di tempat tidur. Dikala seperti itu buat awal kalinya saya berjumpa Tania. Mbak Dewi tidak silih bertegur sapa dengan Tania. Nampak sekali jika dia sangat tidak suka pada istri baru Papah itu. Sebab kasihan pada Papah seperti itu setelah itu saya memutuskan buat kuliah di Jakarta. Mbak Dewi marah dikala kukatakan itu padanya, tetapi saya bersikukuh pada pendirianku. Menurutku, sangat tidak terdapat satu anak Papah yang menemaninya di Jakarta, sebab tidak terdapat satupun saudara di kota metropolitan itu. Kesimpulannya Mbak Dewi kembali sendirian, sebaliknya saya melindungi Papah di rumah sakit hingga Papah diperboleh kembali. Hingga di rumah saya diomeli oleh kakak- kakakku, sedangkan Mama cuma dapat menangis. Tetapi saya kukuh pada pendirianku. Lagipula Tania tidak seburuk yang mereka kira. Kakak- kakakku menyangka jika Tania ingin dinikahi Papah cuma sebab Papah kaya. Tetapi sepanjang sebagian hari bersamanya saya memiliki evaluasi sendiri. Malah Tania orang yang bersahaja. Dia juga ramah, tidak galak semacam bunda tiri dalam film. Bagiku, Mama Tania merupakan wujud yang mengasyikkan, tidak hanya pula menawan. Sepatutnya kakak- kakakku bersyukur terdapat Tania yang menjaga Papah di kota J. Bisa jadi pula Mama salah, mengapa dahulu menolak pindah ke kota J. Kakak- kakakku juga kesimpulannya menyerahkan keputusannya padaku. Di Jakarta, buat sedangkan saya tinggal di rumah Papah hingga urusan administrasi pendaftaranku berakhir. Tania lah yang mengantarku ke kampus, mulai dari dini hingga uji penerimaan, sebab Papah padat jadwal dengan pekerjaannya. Serta bila terdapat waktu senggang, dia mengajakku ke tempat- tempat wisata yang terdapat di Jakarta, ataupun hanya makan siang bersama. Tetapi perihal yang terduga terjalin padaku. Kebersamaan sepanjang sebagian hari dengan Tania meningkatkan pergantian pada diriku. Tidak hanya saya mulai terbiasa memanggilnya Mama Tania, timbul rasa aneh dalam diriku. Saya berupaya sekuat tenaga menepis perasaanku itu, sebab merasa tidak sepantasnya perasaan itu terdapat, tetapi tidak sempat dapat. Entah mengapa terdapat semacam rasa suka dikala berduaan dengan bunda tiriku itu. Saya khawatir mengakui jika saya jatuh cinta padanya, tetapi memanglah seperti itu yang terjalin. Saya merasa kesepian dikala mulai tinggal di tempat kos, terlebih dikala menjelang tidur. Ingatanku senantiasa pada Mama Tania yang suka mengenakan pakaian ketat tanpa lengan jika di rumah. Untungnya rinduku pada Mama Tania terobati, paling tidak seminggu sekali, sebab tiap Jumat malam dia, kadangkala bersama Papah kadangkala sendirian, menjemputku di tempat kos supaya hari Sabtu serta Pekan saya dapat tinggal di rumah Papah. Perasaan yang kupendam kian memburuk dikala timbul ketidaksukaanku pada Papah. Semacam cemburu begitulah. Saya lebih suka bila cuma Mama Tania sendiri yang menjemputku. Saya tidak betah tinggal di rumahnya bila terdapat Papah. Serta rasa cinta pada Mama Tania yang umurnya dekat 4 hingga 5 tahun lebih tua dariku kian berkembang produktif. Gejolak darah mudaku menggebu- gebu tiap kali memandang Mama Tania. Saking besarnya obsesiku pada Mama Tania sampai mencuat hasrat isengku. Diam- diam kupinjam handycam kepunyaan Papah yang tersimpan di laci ruang keluarga, kemudian kubeli kaset kosong. Dikala saya mandi kuletakkan handycam itu di tempat tersembunyi serta kuaktifkan fashion perekamannya. Telah kuperhitungkan waktunya dengan Kerutinan Mama Tania mandi. Begitu Mama Tania berakhir mandi serta masuk ke kamarnya, bergegas kuambil handycam itu. Di dalam kamar yang sudah kukunci kuputar ulang rekamannya. Saya menahan napas melihat adegan demi adegan mulai Mama Tania masuk kamar mandi, membuka pakaian serta serta mulai mandi. Panas dingin rasanya memandang badan telanjang Mama Tania yang begitu indah. Tidak puas dengan rekaman kamar mandi, saya juga alihkan sasaran ke kamar tidur Mama Tania. Dikala dia mandi saya menyelinap ke kamarnya. Kuletakkan handycam di tempat tersembunyi serta kuarahkan ke tempat tidurnya. Tetapi metode ini kurang efisien. Saya wajib menunggu besok hari dikala Mama Tania tidak di kamar buat mengambil handycam. Cerita Sex Merawat Ayah Yang lagi Sakit Saya cuma mengaktifkan kamera mini dikala Papah tidak di rumah. Saya tidak ingin memandang dia serta Mama Tania bercumbu di tempat tidur. Yang kuinginkan cuma Mama Tania dalam kondisi sendirian, sampai sesuatu kala terdapat satu adegan yang membuat nafsuku meronta serta berujung pada onani. Betapa tidak. Dikala itu siang hari, usai makan serta ngobrol di ruang keluarga, Mama Tania memohon diri ingin tidur. Ngantuk, katanya. Papah lagi mendatangi Mama, sehingga instan cuma terdapat saya serta Mama Tania dan pembantu rumah tangganya. Begitu dia masuk kamar, saya juga ke kamarku serta langsung menghidupkan pc. Di monitor kusaksikan Mama Tania merebahkan dirinya di ranjang. Mulanya kulihat dia tenang serta kupikir telah tidur. Tetapi sebagian menit setelah itu dia nampak risau. Tidurnya berubah- ubah posisi yang membuat pakaian tidurnya tersingkap. Sebagian menit setelah itu tangannya mengelus- elus miliknya yang tertutup celana dalam putih. Saya menahan napas dengan mata tidak berkedip memandang ke layar monitor. Tidak lama sehabis itu tangan Mama Tania menyusup ke celana dalamnya diiringi goyangan pinggul yang membuat birahiku naik ke otak. Adegan selanjutnya, Mama Tania melepas pakaian tidurnya. Nyatanya dia tidak gunakan BH. Tubuhku panas dingin melihat aksinya. Setelah itu pelan- pelan Mama Tania melepas celana dalamnya serta mulai memainkan miliknya dengan penuh gairah. Sayang suaranya tidak terdengar. Andai terdengar tentu kian asik. Badannya menggelinjang merasakan kenikmatan yang dibuatnya. Sebagian dikala setelah itu Mama Tania memiringkan badannya serta membuka laci yang terdapat di samping tempat tidurnya. Jantungku berdegup kencang manakala memandang barang yang diambilnya. Barang mirip kemaluan pria. Dengan ekspresi penuh perasaan, Mama Tania menggesek- gesekkan barang itu di miliknya. Lagi- lagi pinggulnya menggelinjang. Mama Tania mengangkut kedua kakinya dengan posisi mengangkang sembari memainkan barang itu di miliknya. Matanya terpejam, bisa jadi lagi membayangkan Papah yang menyetubuhinya. Sehabis itu Mama Tania tengkurap. Pantatnya ditunggingkan sedangkan tangan satunya memegangi mainannya yang diberdirikan di ranjang. Puas dengan posisi duduk, Mama Tania menyandarkan badannya di sandaran ranjang. Kedua kakinya dibuka lebar- lebar dikala mainannya dikocok- kocokkan dalam, miliknya. Bersamaan dengan itu, saya juga mengocok milikku kian kilat dengan genggaman yang kian erat. Sebagian menit setelah itu Mama Tania berguling- guling di ranjang. Mainannya dicabut, ditukar dengan tangannya yang membekap miliknya, sedangkan kedua kakinya menjepit erat. Nafasnya memburu, nampak dari perut serta dadanya yang naik turun tidak beraturan. Nyatanya Mama Tania telah menggapai orgasme. Saya memesatkan kocokanku sampai kesimpulannya cairanku tumpah ke lantai. Sebagian dikala setelah itu Mama Tania memasukkan kembali mainannya ke dalam laci, kemudian rebah lagi di ranjang. Mukanya nampak puas. Dia tentu keletihan sehabis melaksanakan masturbasi sampai kesimpulannya tertidur dalam kondisi telanjang bundar. Kubaringkan tubuhku di ranjang sehabis kuberesi cairanku yang berceceran di lantai dengan tisu. Saya bukannya tidak ingin berupaya menjauhkan perasaan yang tidak pantas itu dari lubuk hatiku. Menjelang akhir semester awal saya menjalakan ikatan spesial dengan sahabat sekampus, sebut saja namanya Nina. Saya berharap, berpacaran dengan Nina hendak membuat obsesiku pada Mama Tania dapat teralihkan. Tetapi tampaknya tidak. Kala saya mudik libur semesteran juga bukan Nina yang kurindukan, tetapi Mama Tania. Saya betul- betul bimbang mengalami realitas ini. Telah berulang kali kutekankan pada diriku sendiri, kalau tidak bisa jadi saya dapat memperoleh cinta Mama Tania, tetapi susah sekali. Semacam menghapus bercak tinta di pakaian seragam. Sesuatu hari Mama Tania memintaku menemaninya ke kota B buat menengok orang tuanya. Dikala itu Papah lagi ke Singapore buat keperluan bisnis. Dengan bermobil kami berdua meluncur ke situ. Tetapi kami tidak menginap. Sorenya kami kembali ke kota J. Saya tidak menolak kala Mama Tania menawariku menginap di rumahnya, sebab hari telah malam. Malah itu yang kuharapkan, sebab terus cerah, sepanjang bermobil dengan Mama Tania nafsuku meletup- letup memandang kemulusan pahanya. Terlebih kala dia condongkan sandaran jok ke balik serta setelah itu matanya terpejam. Mau rasanya kususupkan jari- jemariku ke sela- sela roknya yang tersingkap tiap kali dia bergerak menggeser posisi berbaringnya. Sampai nyaris jam 10 malam mataku tidak lelah memandangi monitor. Dengan memakai fashion infrared kondisi kamar Mama Tania senantiasa dapat nampak dengan baik. Cuma saja nyatanya harapanku tidak terkabul. Mama Tania kayaknya telah tidur, meski dia kadangkala bergerak, berubah posisi tidur. Saya nyaris putus asa menunggunya melaksanakan adegan spektakuler semacam lebih dahulu serta bernazar buat tidur pula. Dikala saya hendak beranjak dari sofa, kulihat Mama Tania bangun. Sesaat dia duduk di tepi ranjang, kemudian berjalan mengarah pintu. Bisa jadi dia hendak ke kamar kecil. Mendadak kantukku lenyap. Kutunggu Mama Tania kembali ke kamarnya. Benar saja. Sebagian menit setelah itu dia masuk ke kamar serta membaringkan badannya di ranjang. Selimutnya dibiarkan teronggok di sampingnya. Jantungku berdebar menunggu dia beraksi. Dia nampak risau, nampak dari gerakan badannya. Kadangkala miring, setelah itu kembali telentang. Sehabis itu miring lagi sembari memeluk guling. Tidak hingga 5 menit, dia beranjak lagi dari tempat tidur, membenahi rambutnya, kemudian keluar lagi. Jantungku nyaris copot dikala terdengar bunyi klek, gagang pintu kamarku bergerak. Tetapi sebab terkunci, tidak dapat terbuka. Saya yang lagi tegang menunggu Mama Tania kembali ke tempat tidurnya bukan main kagetnya. Kuamati gagang pintu kamarku. Bergerak lagi. Saya diam terpaku di tempat dudukku, menduga- duga. Ingin apa ia malam- malam ke kamarku?, hatiku bingung. Jantungku berdetak kian tidak beraturan. Mendadak terbersit dalam pikiranku buat membuka pintu dengan satu harapan, dia menginginkan perihal yang sama denganku. Begitu kubuka pintu kamarku, kulihat Mama Tania hendak masuk lagi ke kamarnya. Dia nampak kaget melihatku seketika timbul. Oh, kukira kalian telah tidur, Lang, ucapnya. Dia urungkan niatnya masuk ke kamar. Belum. Terdapat apa, Ma?, jawabku sembari balik bertanya dengan nada agak gagap. Mama tidak dapat tidur. Bisa jadi tadi pernah ketiduran di mobil kali ya. Jika kalian belum ngantuk, temani Mama nonton Televisi di kamar ayo, ajak Mama Tania. Karuan saja saya gugup. Keringat dingin menetes di dahiku. Buru- buru kututup pintu kamarku, khawatir jika Mama Tania seketika nyelonong ke kamarku serta mengalami jika saya mengamati kamarnya lewat pc. Kok bengong? Mari mari. Kita nonton di kamar Mama aja, tukas Mama Tania sembari melambaikan tangan. Dengan benak berkecamuk, kumasuki kamar Mama Tania. Mama Tania mencapai remote serta menyalakan Televisi, sedangkan saya berdiri saja di depan pintu. Mama Tania menoleh ke arahku sambil mengatakan, Mari, Lang. Tangannya sigap membenahi bedcover kemudian menepuk- nepuknya selaku isyarat supaya saya naik ke ranjangnya. Baru sesaat saya rebahan, Mama Tania yang bentuk badan badannya mungil semacam Yuni Shara itu mencecarku dengan persoalan yang membuatku kelabakan. Tumben gunakan ngunci pintu seluruh. Emang lagi mengapa, Lang?. Di dikala saya mencari jawaban yang pas, Mama Tania ngomong lagi serta saya jadi salah tingkah. Lagi onani ya? Tidak harus malu lah. Mama kan pula sempat muda. Ketahui lah Kerutinan laki- laki seusia kalian, tandas Mama diiringi senyuman penuh makna. Entah mengapa, perkataan Mama Tania yang terakhir itu membangkitkan keberanianku buat bicara. Iya, Ma. Habis lagi kepingin sih. Terencana kukatakan itu buat memancing reaksinya. Saya sangat berharap dia bilang Mari, Mama kocokin. Jantungku berdebar menunggu jawabannya. Tetapi dia cuma tertawa renyah. Tidak apa- apa. Itu perihal biasa kok. Asal jangan keseringan aja, tukas Mama, masih diiringi tertawa kecil. Nanti jadi kilat keluar lho, lanjutnya. Pembicaraan blak- blakan itu membuat kekakuanku mencair. Saya mulai berani mengimbangi percakapan panas Mama Tania. Ah, masa sih, Ma?, saya bertanya asal saja serta tidak perlu jawaban ilmiah. Kata orang sih. Mama sendiri mana tau? Kalian yang laki- laki harusnya tau. Emangnya cuma laki- laki yang onani, Ma? Wanita emang tidak sempat, cecarku mulai menjurus. Iya pula sih. Tetapi laki- laki yang sangat kerap, kata Mama. Nyatanya dia mulai gerah pula. Mama sendiri sempat tidak?, pancingku. Idiih, kalian apaan sih, tanyanya kok aneh- aneh gitu? Ya enggak lah, tandas Mama. Sekilas mukanya bersemu merah. Dia alihkan pembicaraan sembari memainkan remote Televisi. Sembari nonton Televisi, kami ngobrol tentang banyak perihal. Walaupun begitu, debaran jantungku senantiasa saja menghentak tidak karuan. Terlebih dikala kakiku bersenggolan dengan kaki Mama Tania. Tidak terasa, telah jam 12 malam. Kulihat Mama Tania sebagian kali menguap. Mama ngantuk ya?, tanyaku. Iya. Kalian telah ngantuk belum, Mama Tania balik bertanya. Iya pula sih, Ma. Boleh tidak saya tidur mari?, tukasku otomatis. Emang kalian ingin tidur sama Mama?, Mama Tania menoleh ke arahku. Saya tidak mau kehabisan momen berharga dalam hidupku. Buru- buru kujawab. Jika Mama ngijinin ya ingin aja, Ma. Mama Tania tersenyum serta berseloroh, Boleh aja, tetapi jangan ngompol ya. Saya nyengir kuda. Dalam hati saya girang sekali bisa peluang sangat jarang semacam itu. Saya beringsut dari ranjang serta bilang pada Mama Tania jika ingin buang air kecil. Begitu saya kembali, sinar dalam kamar telah berubah redup. Kusibak selimut serta sekilas nampak olehku paha lembut Mama Tania akibat pakaian tidurnya tersibak. Post navigation Cerita Sex Merawat Ayah Yang lagi Sakit PART 4 Cerita SEX Istri Muda Papah part 2