Cerita Sex Tante Ku Sekaligus Guru Sexs Ku

crtdalam Saat sebelum saya menikah, pengalaman seksualku lumayan banyak, sebagian besar tentu berisiko besar semacam itu. Antara lain: dengan dosen, dengan sahabat adikku, dengan pacar sahabat, dengan adik pacar, serta masih banyak lagi. Seluruh itu bisa jadi dipengaruhi oleh pengalaman pertamaku, perjakaku direnggut oleh wanita yang masih terhitung tanteku sendiri, sepupu jauh ibuku.
Itu terjalin kala saya berusia 17 tahun, kelas 2 SMU. Telah lama sekali, tetapi kesannya yang mendalam membuat saya tidak hendak sempat dapat kurang ingat. Saya apalagi dapat mengingatnya dengan detil, serta kenangan itu senantiasa membuat saya terangsang.
Saya memanggilnya Tante Ning. Orangnya baik, supel serta lezat diajak ngobrol. Mukanya sih relatif, tetapi menurutku cukup manis. Yang jelas, kulitnya putih lembut serta body- nya mantap. Waktu itu usianya dekat 25 hingga 30 tahun, memiliki satu anak pria yang masih kecil.
Keluarga Tante Ning tinggal di Surabaya. Ia sendiri tinggal di Jakarta sepanjang satu tahun buat menjajaki sesuatu pembelajaran. Sepanjang di Jakarta, ia tinggal di rumah kami. Kebetulan rumah kami lumayan besar, serta terdapat satu kamar kosong yang memanglah disediakan buat tamu.
Sesungguhnya Tante Ning itu bukan type wanita yang bandel. Setahuku ia tercantum wanita baik- baik, serta rumah tangganya juga nampak rukun- rukun saja. Tetapi yang jelas ia kesepian sepanjang tinggal di Jakarta. Ia perlu sex. Kebetulan di mari boleh dibilang hanya saya laki- laki yang dekat dengan ia. Jadi, kukira normal jika kesimpulannya affair itu terjalin. Lagipula, kukira Tante Ning memanglah tercantum wanita yang besar nafsu sex- nya.
Semenjak peristiwa yang awal, kami semacam ketagihan. Kami ML kapan saja, tiap terdapat peluang. Di kamar, di dapur, di kamar mandi, di hotel, di mana saja. Demi menyalurkan nafsuku yang seolah tidak sempat surut pada Tante Ning, saya apalagi jadi kerap bolos maupun kabur dari sekolah, serta tanteku yang manis serta sexy itu senantiasa siap meladeniku.
Dampaknya, tahun itu saya tidak naik kelas. Seluruh orang kaget, cuma Tante Ning yang maklum. Ia bilang, meski saya tidak naik kelas, tetapi saya“ lulus” selaku pria. Wajib kuakui, Tante Ning merupakan guruku yang terbaik dalam perihal yang satu itu.
Untungnya affair itu tidak bersinambung hingga ketahuan orang. Begitu Tante Ning kembali ke Surabaya, boleh dibilang ikatan kami berakhir, meski di awal- awal sesekali kami masih melaksanakannya( jika Tante Ning tiba ke Jakarta).
Saya kurang ingat, Tante Ning menjajaki pembelajaran apa di Jakarta. Ia kursus sore hari serta pulangnya telah agak malam, dekat jam 8. Oleh sebab itu, saya menemukan tugas menjemput naik motor. Awal mulanya sebel pula jadi“ tukang ojek” begitu. Untung hanya 2 kali seminggu. Tetapi, lambat- laun saya malah bahagia.
Kami kilat sekali jadi akrab. Tante Ning tidak canggung- canggung lagi memeluk pinggangku apabila kami berboncengan naik motor. Sesekali saya bisa merasakan benjolan buah dadanya yang memencet empuk punggungku. Itu makanya saya jadi bahagia. Waktu itu terus cerah saya belum memiliki pacar, jadi bersentuhan dengan wanita merupakan pengalaman yang sangat mengasyikkan bagiku.
Hari itu saya kesekian tahun yang ke 17. Pagi- pagi saat sebelum berangkat sekolah, orang tua serta adikku berikan selamat. Hanya Tante Ning yang tidak. Saya jadi sebel. Apakah saya betul- betul hanya dikira selaku“ tukang ojek” sepanjang ini? Tetapi nyatanya ia memilah metode lain. Kala saya lagi membereskan tas sekolahku di dalam kamar, Tante Ning masuk. Kukira ia ingin berikan perkataan selamat, tetapi nyatanya tidak pula. Ia bilang, sepatutnya sweet seventeen dirayakan secara spesial.“ Tidak terdapat duit,” jawabku asal- asalan. Tante Ning mengusap pipiku.
“ Nanti sore kita rayain berdua,” katanya, suaranya pelan sekali.“ Tante ingin kasih kado istimewa buat kalian.”
Saya jadi deg- degan. Di sekolah, pikiranku ngelantur tidak karuan, ulanganku jadi jeblok banget. Saya penasaran, apa betul Tante Ning ingin berikan kado istimewa. Entah mengapa, saya mulai membayangkan yang bukan- bukan.
Sebab tidak tabah, kala jam rehat saya ke telepon universal di seberang jalur.( Waktu itu belum terdapat HP). Di rumah hanya terdapat Tante Ning serta sang Mbok. Saya hampir- hampir tidak dapat ngomong waktu denger suara Tante Ning yang merdu. Dengan lugu, kesimpulannya saya berterus cerah kalau saya penasaran. Kata Tante Ning,
“ Sepanjang ini kalian baik sekali sama Tante. Jadi, kalian boleh memohon apa juga yang kalian ingin.”“ Jika Tante sendiri ingin kasih apa?” tanyaku.“ Ya nanti dong!”“ Tidak sabaran nih!”“ Kembali aja saat ini jika tidak tabah. Dapat kabur, kan?”“ Tetapi nanti saya terdapat ulangan!”“ Ya udah, terserah kalian!”
Saya jadi tambah penasaran. Percakapan di telepon membuat pikiranku meningkat jorok. Entah gimana, feeling- ku berkata kalau Tante Ning“ naksir” saya. Hingga, tanpa berpikir panjang lagi, saya langsung kembali dikala itu pula. Kukebut motorku.
Tante Ning tersenyum kala membukakan pintu.“ Sang Mbok baruuuuu aja ke pasar!” katanya tanpa kutanya, semacam berikan isyarat kalau suasana rumah betul- betul nyaman buat kami. Saya jadi tambah deg- degan. Benak jorokku meningkat. Lebih- lebih dikala itu Tante Ning menggunakan daster yang potongannya rada sexy.
“ Kadonya mana?” tanyaku tidak tabah.“ Nanti dahulu dong!” jawab Tante Ning. Kemudian saya disuruh menunggu di ruang duduk keluarga, sedangkan ia masuk ke kamar. Saya duduk di kursi sembari membuka sepatu. Tidak lama, Tante Ning keluar kamar, tetapi saya tidak memandang ia bawa kado. Sembari memandangi ia berjalan ke arahku, saya berpikir,“ Mengapa ia tadi masuk kamar?” Saya menciptakan jawabannya sebagian dikala setelah itu, kala nampak olehku kedua puting susunya membayang di balik daster. Warnanya di kamar tadi ia hanya membuka BH. Kemudian, mana kadonya?
“ Merem dong!” kata Tante Ning sembari duduk di sebelahku. Saya bagi, kupejamkan mataku. Jantungku terus menjadi bergemuruh. Kurasakan kelelakianku mulai bangkit, anuku mulai membeku. Lebih- lebih kala kurasakan napas Tante Ning dekat sekali dengan mukaku. Saya mau membuka mata, namun khawatir. Hingga saya terus memejamkan mata rapat- rapat, hingga kurasakan Tante Ning mengecup pipiku. Lembut sekali. Kiri serta kanan.

crtdalam Lainya : 

“ Itu kadonya?” tanyaku memberanikan diri sebagian dikala setelah itu. Tante Ning tersenyum.“ Itu kado istimewa dari Tante,” katanya lembut.“ Tetapi jika kalian ingin yang lain, kalian boleh memohon. Apapun yang kalian mau….”“ Aa…aa…aku… tidak berani…” jawabku terbata- bata.“ Sementara itu kalian kepingin suatu?” ia menekan sembari merapatkan body- nya.
Saya terus menjadi deg- degan. Benjolan toketnya yang montok memencet lembut lenganku. Saya tidak berani membalas tatapan matanya.“ Bilang dong…” suara Tante Ning terus menjadi lembut. Mukanya terus menjadi dekat, saya jadi terus menjadi tidak berani mengangkut wajah. Hingga seketika kulihat tangannya merayap… meraba selangkanganku!
Saya kaget, bercampur malu sebab ketahuan dikala itu saya telah“ ngaceng”. Saya tidak ketahui gimana ekspresi Tante Ning waktu itu, sebab saya senantiasa belum berani memandang mukanya, namun yang jelas ia malah memijit- mijit benjolan batang kemaluanku yang pasti saja jadi terus menjadi keras.
“ Tante… aku…” Saya terus menjadi tidak lezat hati, sedangkan nafsuku terus menjadi besar.“ Vaaan, kalian udah gede sekarang….,” bisik Tante Ning.“ Udah 17 tahun, udah dewasa…”“ Iktikad Tante, saya boleh….”“ Kalian boleh apapun yang kalian ingin, Sayang!”
Mengatakan begitu, Tante Ning menerkam mulutku dengan bibirnya. Saya sejenak kaget dengan serbuan ganas mulut Tante Ning yang makin binal melumat- lumat mulutku, mendesak- desaknya ke dalam dengan buas. Sedangkan jemari kedua tangannya menggerayangi segala bagian kulit tubuhku, paling utama pada bagian punggung, dada, serta selangkanganku. Tidak karuan lagi, saya jadi terangsang.
Saat ini saya berani membalas ciuman buas Tante Ning. Nampaknya Tante Ning tidak ingin mengalah, ia apalagi tambah liar lagi. Saat ini mulut Tante Ning merayap turun ke dasar, menyusuri leher serta dadaku. Kemeja seragamku entah kapan dibukanya, tahu- tahu telah teronggok di lantai. Sebagian cupangan yang meninggalkan warna merah menghiasi leher serta dadaku. Kemudian dengan liar Tante Ning membawaku turun ke karpet, dibukanya celana panjang abu- abuku, demikian pula celana dalamku dilucutinya dengan gerakan tergesa- gesa. Saya jadi telanjang bundar.
“ Oohhh…. Ivaaan…., Tante tidak nyangka, punyamu bagus juga….” seru bergairah Tante Ning sembari memasukkan batang kejantananku ke dalam mulutnya, serta mulailah ia mengulum- ngulum, sesekali dibarengi dengan menyedot- nyedot. Sedangkan tangan kanannya mengocok- ngocok batang kejantananku, lagi jemari tangan kirinya meremas- remas buah kemaluanku. Saya cuma mengerang- erang merasakan sensasi yang nikmat tiada taranya.
Pada satu peluang, saya sukses mencopot daster Tante Ning, sehingga ia tinggal menggunakan celana dalam saja. Saya sangat kaget dikala memandang dimensi buah dadanya. Luar biasa besarnya. Bundar, montok, masih sangat kencang meski ia telah beranak satu. Nafsuku jadi terus menjadi tidak terkontrol. Tanpa malu- malu, saya merintih- rintih sambil berkata kalau saya merasa lezat luar biasa.
Hingga kesimpulannya kulihat Tante Ning merendahkan celana dalamnya sendiri. Ia bugil di hadapanku! Saya pernah berpikir waras, kami tidak boleh melaksanakan seluruh ini! Tetapi waktu itu Tante Ning telah menduduki kedua pahaku yang mengangkang. Kemaluannya yang berbulu lebat pas melekat di batang kemaluanku. Saya menelentang pasrah.

By adminmg

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *